“(Allah)
yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, Engkau tidak melihat kepada
ciptaan al-Rahman sedikit pun
ketidakseimbangan.” (Qs. Al-Mulk [67]:3)
Misteri Tuhan yang hingga kini belum terungkap adalah masalah
tujuh lapis langit. Sejak dahulu hingga sekarang, persoalan ini belum dapat
jawabanya dan masih menjadi perdebatan yang tak kunjung usai. Apakah ia
bintang-bintang, planet-planet, atmosfir atau memang langit yang jumlahnya
memang tujuh? Semuan ya masih menjadi misteri, yang sampai kapanpuntidak akan
pernah terpecahkan karena keterbatasan ilmu manusia.
Langit yang alam bahasa
arab diterjemahkan dengan al-sama’ adalah
sebuah istilah yang menunjukkan pada “segala sesuatu yang ada di atas kita”.
Keadaan diatas kita ini diartikan oleh Ibn
Sidah sebagai angkasa luas yang berisi benda-benda langit dan percikan-percikan
sinar.
Makna langit yang
demikian itu, hamper disepakati oleh banyak orang, baik oleh pakar tafsir,
astronom, fisikawan dan sebagainya. Hanya saja, yang menjadi persoalan ketika
langit itu berjumlah tujuh dan berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat; apakah
langit itu benar berjumlah tujuh? Ataukah tujuh hanya sebuah symbol saja dari
sebuah angka yang tak terhingga?
Semuanya ini menjadi misteri.
Sebab, menurut beberapa
pakar, kata tujuh bagi Allah tidak sama dengan kata tujuh dalam pengertian kita
sebagai manusia, angka tujuh adalah angka setelah satu, dua, tiga, empat, lima
dan enam. Jadi, hitunganya sangat jelas. Tapi, angka tujuh bagi Allah belum
tentu demikian. Karena itu, tujuh langit seperti yang terungkap dalam al-Qur’an
sifatnya masih perlu penjelasan lagi.
Dalam banyak hal,
al-Qur’an biasanya menyebut angka tujuh untuk suatu jumlah yang tak terhingga. Misalnya, didalamQS.
Al-Baqarah, ayat 261 Allah menjanjikan, “siapa yang menafkahkan hartanya
dijalan Allah ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan tujuh tangkai yang
masing-masing berbuah seratus butir. Allah melipatgandakan pahala orang-orang
yang dikehendakinya….”
Juga di dalam QS.
Luqman ayat 27 yang artinya, “jika seandainya semua pohon dibumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan
ditambahkan tujuh lautanlagi, maka tak akan habis kalimat Allah.” Tujuh lautan
bukan berarti jumlah eksak, karena dengan tujuh lautan lagi atau lebih kalimat
Allah tak akan ada habisnya.
Sama halnya dengan QS.
Taubah (9) ayat 80 yang artinya, “ Walaupun kamu mohonkan ampun bagi mereka
(kaum munafik) tujuh puluh kali, Allah tidak akan member ampun.” Jelas,
ungkapan “tujuh puluh” bukan berarti
bilangan eksak. Allah tidak mungkin mengampuni mereka bila kita mohonkan
ampunan lebih dari tujuh puluh kali.
Meski begitu, tetap
kita harus punya patokan karena itu, angka tujuh yang berhubungan dengan langit
kita tafsirkan dalm pandangan manusia . menu rut, T. Djamaludin, staf peneliti
bidang matahari dan lingkungan antariksa, lapan, Bandung, dalam artikelnya Tujuh Langit, Tidak berarti tujuh lapis menulis bahwa dikalangan mufassirin lama pernah juga
berkembang penafsiran lapisan-lapisan langit itu berdasarkan konsep geosentris.
Menurutnya, dari segi
sejarah, orang-orang dahulu jauh sebelum al-Qur’an diturunkan memang
berpendapat adanya tujuh lapis langit. Ini berkaitan dengan pengetahuan mereka
bahwa ada tujuh benda langit utama yang
jaraknya berbeda. Kesimpulan ini berkaitan dengan pengamatan mereka atas
gerakan benda-benda langit. Benda-benda langit yang lebih cepat gerakanya
dilangit dianggap lebih dekat jaraknya. Lalu ada gambaran seolah-olah benda
langit itu berada pada lapisan langit
yang berbeda-beda.
Dilangit pertama ada
bulan, benda langit yang bergerak tercepat sehingga disimpulkan sebagai yang
paling dekat. Langit kedua ditempati merkutius (bintang Utarid). Venus (bintang
kejora) berada dilangit ketiga. Sedangkan matahari ada dilangit keempat. Dilangit
kelima ada Mars (bintang marikh). Dilangit keenam ada Jupiter (bintang
Musytari). Langit ketujuh ditemapti Saturnus (bintang siarah/Zulha). Itu keyakinan
lama yang mengangap bumi sebagai pusat alam semesta.
Orang-orang dahulu juga
percaya bahwa ketujuh benda-benda langit itu mempengaruhi kehidupan dibumi. Pengaruhnya
bergantian dari jam ke jam dengan urutan mulai dari yang terjauh, Saturnus,
sampai yang terdekat, bulan. Karena itu hari pertama itu disebut Saturday (Hari saturnus) dalam bahasa
inggris atau doyoubi (Hari saturnus/Dosei)
dalam bahsa jepang. Dalam bahasa Indonesia, Saturday adalah sabtu. Ternyata,
kalau kta menghitung hari mundur sampai tahun 1 Masehi, tanggal 1 januari tahin
1 memang jatuh pada hari sabtu.
Hari-hari yang lain
dipengaruhi oleh benda-benda langit yang lain. Secara berurutan hari-hari itu
menjadi Hari Matahari (Sunday, ahad),
Hari bulan (Monday,Senin), Hari Mars (slasa), hari Merkurius (Rabu), Hari
Jupiter (Kamis), dan Hari Venus (Jum’at). Itulah asal mula satu pecan menjadi
tujuh hari.
Jumlah tujuh hari itu
diambil juga oleh orang-orang Arab. Dalam bahasa Arab nama-nama hari disebut
berdasarkan urutan satu, dua, tiga,..sampai tujuh, yakni ahad, itsnaan, tsalatsah, arba’ah, khamsah, sittah, dan sab’ah. Bahasa Indonesia mengikuti
penamaan Arab ini sehingga menjadi Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at,
karena itulah penamaan yang diberikan Allah di dalam Al-Qur’an yang menunjukkan
adanya kewajiban shalat Jum’at berjamaah.
Penamaan minggu baerasal
dari bahasa Portugis, Dominggo yang berarti hari Tuhan. Ini berdasarkan
kepercayaan Kristen bahwa pada hari itu Yessus bangkit. Tetapi orang Islam
tidak mempercayai hal itu, karenanya lebih menyukai pemakaian “Ahad” daripada “minggu”.
Petunjuk
Isra Mi’raj
dalam peristiwa isra mi’raj
disebutkan bahwa Nabi melakukan perjalanan hingga kelangit tujuh. Dilangit pertama
Ia bertemu dengan Nabi Adam yang dikananya berjejer para ruh surge dan
dikirinya para ruh ahli neraka. Dilangit kedua dijumpai Nabi Ia dan Nabi Yahya.
Dilangit ketiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai dilangit ke Empat. Lalu
Nabi SAW. Bertemu dengan Nabi Harun dilangit kelima, Nabi Musa dilangit keenam
dan Nabi Ibrahim dilangit ketujuh. Dilangit ketujuh dilihatnya Baitul Ma’mur,
tempat 70.000 Malaikat shalat tiap harinya setiap Malaikat hanya sekali
memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi.
Dan keterangan diatas
tampak bahwa tujuh langit itu memang ada. Tetapi, apakah tujuh langit yang
dimaksud itu tujuh langit yang bentuknya sama. Jika dari bumi kita bias melihat
langit yang pertama, apakah langit kedua sampai ketujuh juga bentuknya seperti
itu.
Menurut Muhammad
Al-Banna dari Mesir dan beberapa ahli
tafsir, bahwa sidratul muntaha yang merupakan langit tertinggi itu
merupakan Bintang Syi’ra. Tetapi sebagian lainya, seperti Muhammad Rasid Ridha
dari Mesir, berpendapat bahwa tujuh langit dalam kisah Isra’ Mi’raj adalah
langit ghaib.
Masalah langit ghaib
ini bias dibuktikan. Misalnya, pertemuan Nabi Muhammad saw. Dengan ruh para
Nabi, melihat dua sungai disurga dan dua sungai di bumi, serta melihat Baitul
Ma’mur, tempat ibadah para Malaikat. Jadi, nampaknya pengertian langit dalam
kisah Isra’ mi;\’raj itu memang bukan langit lahiriyah yang berisi
bintang-bintang, tetapi langit ghaib.
Lagi-lagi, penafsiran
tujuh langit yang demikian tetap masih menyimpan sebuah misteri. Sebab, ada
juga yang berpendapat bahwa tujuh lapis langit itu adalah atmosfir bumi. Menurut
pakar, atmosfir tediri dari tujuh lapisan, yang masing-masing memiliki sifat
fisik yang berbeda baik tekanan dan jenis gas yang di kandungnya.
Lapisan terdekat dengan
bumi disebut troposphere (1). Lapisan ini berisi kira-kira 90% total massa dari
seluruh atmosfir. Lapisan diatasnya disebut stratosphere (2). Di atasnya lagi
ada lapisan ozonosphere (3), yang tugasnya menyerap radiasi sinar ultraviolet. Berikutnya
berturut-turut ada lapisan mesosphere (4), thermosphere (5), ionosphere (6) dan
exosphere (7), yang merupakan lapisan atmosfir terluar.
Apakah atmosfir-atmosfir
ini merupakan tujuh langit? Tidak tentu juga. Sebab, ada juga yang menggunakan
teori dimensi untuk melukiskan tujuh langit. Menurut teori dimensi, langit
pertama adalah langit dunia yang diisi oleh manusia, hewan, tumbuhan, binatang,
planet, galaksi, supercluster dan lainsebagainya. Langit ini berdimensi 3.
Langit kedua dihuni
oleh bangsa jin, yang memiliki dimensi 4. Alamnya sebenarnya berdampingan
dengan kita, tetapi tidak bersentuhan, karena dimensinya berbeda. Langit ketiga
sampai keenam, berturut-turut adalah berdimensi 5, 6, 7, dan 8. Semua langit
itu digunakan dalam masa penantian oleh jiwa0jiwa yang telah mati, selama di
alam barzakh. Langit ketujuh adalah langit tertinggi, yang berdimensi 9. Dilangit
inilah terdapat surga dan neraka.
Jadi, apa pun
penafsiran kita tentangtujuh langit, hasilnya tetapi menyisakan sebuah misteri.
Sebab, teknolgi yang kita pakai untuk menyisakan sebuah misteri. Sebab,
teknologi yang kita pakai untuk menyelidiki tujuh langit itu adalah teknologi
yang masih sangat rendah. Sementara, Nabi Muhammad saw. Sebagai sosok yang “paling
bisa” memecahkan misteri tujuh langit ini, tidak pernah memberikan penjelasan
kepada umatnya mengenai makna tujuh langit yang sebenarnya.
Jika misteri tujuh
langit ini bisa terpecahkan, maka kita harus bisa seperti Nabi, yaitu melakukan
perjalanan hingga kelangit ketujuh. Persoalanya, kita pasti tidak bisa. Karena itu,
kita pun tidak akan bisa memecahkan persoalan misteri tujuh langit ini. Wallahu a’lam bil shawab!
Sumber
: Majalah Hidayah Edisi 106
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa tinggalkan komentarnya ya