Kamis, 24 Januari 2013

Bulan terbelah akankah terjadi lagi

"Sesungguhnya telah dekat hari kiamat dan bulan pun telah terbelah."


Salah satu tanda kiamat adalah terbelahnya bula. Masalah ini sebenarnya persoalan gaib. Namun, pada masa Nabi, bulan pernah terbelah dan itu bukan sebagai tanda kiamat, tapi sebagai tanda kemukjizatanya sebagai Rasul Allah. Saat itu, orang kafir Quraisy menantang Nabi untuk membelah bulan jika ia memang seorang utusan Allah. Maka, atas izin Allah, bulan itu akhirnya bisa terbelah. Meski begitu, di antara mereka ada yang beriman, ada pula yang tidak.

Kini, proses terbelahnya bulan pada masa Nabi itu menjadi perbincangan da penelitian  ilmuwan mdern. Apakah kejadian itu benar adanya atau hanya sekedar rekayasa sejarah, yang sengaja diciptakan oleh Nabi?

Dalam buku berjudul Al-I'jaz Al-'Ilmi fi As-Sunnah An-Nabawiyah Jilid 1, Prof.Dr.Zaghlul an-Najjar menceritakan ihwal engakuan seorang mualaf bernama David M. Pidcock. Pengakuan tersebut terjadi dalam satu ceramah yang diisi oleh Dr. Zaghlul di Fakultas kedokteran Universitas Cardiff, Wales, Inggris Barat.

Pidcock mengatakan bahwa ayat pertama surah Al-Qamar inilah yang menyebabkan ia masuk Islam di akhir dekade 70-an.  Ceritanya, saat itu ia sedang melakukan kajian terhadapa agama-agama dunia. Salah satu teman muslimya menghadiahkan sebuah Al-Qur'an terjemahan. Saat pertama kali membaca, ia langsung terkejut dengan surah al-Qamar. Karena, tidak percaya bahwa bulan pernah terbelah dan kemudian menempel kembali, ia langsung menutup al-Qur'an tersebut dan meninggalkan begitu saja.

Beberapa hari kemudian, tanpa sengaja ian melihat sebuah acara di BBC tentang perjalanan luar angkasa. Acara yang dsiakan pada tahun 1978 itu dipandu oleh penyiar Inggris terkenal bernama James Burke dengan menghadirkan tiga Ilmuwan antariksa Amerika.

Dalam wawancara tersebut, dibahas perjalanan ruang angkasa mereka yang menemukan satu fakta penting. Fakta tersebut adalah sesungguhnya bulan dahulu pernah terbelah, dan kemudian melekat lagi. Bekas-bekas yang membuktikan cerita ini masih telihat dipermukaan bulan dan mebentang hingga kedalamanya.

Begitu mendengar penuturan ini, Pidcock lalu tersentak kaget dan teringat akan surah al-Qamar yang ia pernah baca . Kemudian ia pun masuk Islam. Dari kisah nyata ini napak bahwa bulan emang pernah terbelah pada masa Nabi, lalu menempel lagi atas kekuasaan Allah. Dan Ilmuwan Amerika baru mengakui setelah mereka sendiri melakukan penelitian kebulan dan menemukan bukti itu.

Tidak cukup dengan bukti diatas, ada fakta lain yang mengaklamasi terbelahnya bulan pada masa Nabi, yaitu catatan sejarah india dan china kuno. sayyid Mahmud Syukri al-Alusi dalam buku Ma Dalla 'Alaihi al-Qur'an seraya mengitip buku Taarikh al-Yamini, menuliskan bahwa dalam sebuah penaklukan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud bin Sabakthakin al-Ghaznawi terhadap sebuah kerajaan yang masih mengannut paganisme (musyrik) di India, ia menemukan lempengan batu didalam sebuah istana taklukan tersebut. pada lempengan tersebut terpahat tulisan, "Istana ini dibangun pada malam terbelahnya bulan, dan peristiwa itu mengandung pelajaran bagi orang yang mengambil pelajaran."

Hal itu menunjukkan bahwa bulan memang pernah terbelah menjadi dua dan itu terjadi pada masa Nabi. Secara logika, ini sangat tidak mungkin dan untuk itulah orang-orang Barat banyak yang menyangkalnya. Namun, sekali lagi, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Lewat sang Nabi, kekuasaan Allah telah ditunjukkan pada orang-orang kafir masa itu bahwa bulan pun  bisa terbelah.

Menurut Sayyid Quthub, terbelahnya bulan pada masa Nabi telah nyata terjadi. Ia mengemukakan sekian banyak riwayat dari berbagai sumber yang semuanya menentukan tempat kejadiannya, yakni di Makkah; kecuali satu riwayat yang menyebutkannya di Mina. Riwayat-riwayat tersebut seluruhnya menguraikan waktunya, yakni sebelum Nabi berhijrah.

Hal senada juga dikemukakan oleh Thabathaba'i. "Terlalu banyak riwayat yang mengingormasikanya dan ulama tafsir serta hadits menerima riwayat-riwayat itu," ujarnya. Hanya saja, ia menolak anggapan  bahwa bulan adalah isyarat tentang terpisahnya bulan dari bumi yang tadinya merupakan satu gumpalan , lalu dipisahkan Allah.

Ulama ini juga menolak anggapan sementara orang bahwa jika peristiwa terbeelahnya bulan itu benar-benar terjadi, maka tentulah telah dilihat oleh banyak orang di Barat dan di Timur. Sebab, menurutnya, bisa saja mereka tidak mengetahuinya saat itu, karena tidak ada bukti yang menyatakan bahwa seluruh peristiwa langit dan bumi diketahui oleh manusia semuanya dan dibicarakan mereka. Disisi lain, wilayah Hijaz dan kawasan negeri-negeri Arab ketika itu belum memiliki alat-alat yang dapat mereka gunakan untuk meneropong angkasa.

Namun, ihwal terbelahnya bulan pada masa Nabi tersebut dibantah oleh ulama rasionalis, Muhammad Abduh. Ia menolak segala riwayat yang tidak rasional. Beliau dan para ulama yang menolak memahami kata Insyaqqa (teerbelah) dalam arti "akan segea terbelah", jadi bukan kata kerja lampau (fi'il madhi). Ini menurut mereka serupa dengan ucapan qamat menjelang shalat. Ketika itu muazin berkata dalam bentuk kata kerja masa lampau (qad qama ash-shalah), yang bila diterjemahkan secara harfiah berarti "sungguh telah dilaksanakan shalat", namun maksudnya adalah shalat segera akan dilaksanakan. pemahaman ini mereka kemukakan karena mereka merasa bahwa peristiwa terbelahnya bulan pada masa lalu adalah suatu peristiwa yang sangat sulit ditrima oleh akal.

Pendapat Abduh ini dibantah oleh Prof. Dr. Quraish Shihab. Menurutnya, seperti yang ditulis dalam Tafsir Al-Misbah, menolak riwayat-riwayat hadits atas dasar ketidaklogisan bukanlah suatu alasan yang tepat, karena semua ciptaan Allah sungguh mengagumkan.

Menurut Quraish, setiap muslim percaya bahwa tata kerja alam raya berjalan konsisten sesuai dengan hukum alam yang ditetapkan Allah. Tetapi, pada saat yang sama setiap muslim haarus percaya bahwa tidak tertutup kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang berbeda dengan kebiasaan yang terlihat sehari-hari, karena baik yang terlihat sehari-hari maupun yang tidak itu sangat menggagumkan dan keduanya dicakup oleh kuasa Allah.

salah satunya adalah kasus terbelahnya bulan. Menurut Quraish, peristiwa ini bukan suatu yang mustahil menurut akal, tetapi mustahil menurut kebiasaan. Karena itu, terbelahnya bulan sebagai mukjizat yang telah terjadi tidaklah harus dimungkiri dengan alasan yang tidak logis, apalagi bila sekian banyak orang yang percaya menginformasikanya.

Terlepas dari berbagai macam konflik pemikiran diatas, yang jelas kelak bulan akan terbelah (lagi) sebagai satu tanda bahwa kiamat besar akan segera tiba. Isyarat ini bisa kita baca dari surah Al-Qamar ayat satu diatas, "Sesungguhnya telah dekat hari kiamat, dan bulanpun telah terbelah."(QS.Al-Qamar:1).

Menurut Muhammad Abduh, kelak bulan akan terbelah dan itu pertanda kiamat akan segera tiba. karena itu, dalam menafsirkan ayat diatas, ia memahami issyaqqah sebagai akan terbelah (istiqbal), bukan telah terbelah (fi'il madhi). Karena itu, ia menolak jika ayat diatas dijadikan sebagai dalil atas kemukjizatan Rasul yang bisa membelah bulan atas izin Allah. Bahkan, Abduh sendiri meragukan hal yang tidak rasional itu.

Namun, ada yang berpendapat , kata insyaqqa pada ayat diatas tetap diartikan sebagai "telah terbelah" dan tetap berkaitan dengan terbelahnya sebagai tanda akan terbelahnya bulan sebagai tanda akan terjadinya kiamat besar. Jadi, bukan terbelah bulan dalam kaitan dengan kemukjizatan Rasul.

Namun, pertanyaanya: bagaimana proses terbelahnya bulan menjelang kiamat itu? Tidak ada hal yang pasti mengenai itu. Kendati demikian, didalam al-Qur'an disebutkan, "Apabila matahari digulung. Dan apabila bintang-bintang berjatuhan. Dan apabila gunung-gunung dihancurkan. Dan apabila unta-unta  yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan). Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. Dan apabila lautan dipanaskan." (QS.At-Takwir:1-6) dan "Apabila langit terbelah dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan." (QS.Al-Infithar: 1-2).

Ketika menafsirkan ayat diatas, Ahmad Sarwat, Lc, mengatakan bahwa hari kiamat kubra adalah hari dihancurkanya alam semesta, bukan hanya bumi yang kita tempati (solar system) atau Galaksi Bimasakti kita saja, akan tetapi semua benda langit dijagat raya ini (termasuk bulan) memang akan dihancurkan.

Namun, bila kita melihat tafsiran Muhammad Abduh tentang surah Al-Qamar diatas, bisa jadi kehancuran bulan pada hari kiamat nanti diawali oleh keterbelahanya dulu seperti yang terjadi pada masa Nabi. Setelah itu, ia jatuh dan bertubrukan dengan bintang yang lain. Lalu terjadinya kehancuran yang sangat dahsyat.

Kita tentu tidak ingin melihat kejadian yang maha dahsyat tersebut. Karena itu, jadilah kita orang-orang yang bertakwa. sebab, janji Allah, bahwa orang-orang shaleh dijamin tidak akan pernah melihat kejadian terdahsyat sepanjang sejarah dunia tersebut. Mereka aakan dimatikan terlebih dulu oleh Allah. Wallahu a'lam bil shawab!


Sumber : Majalah Hidayah Edisi 106

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan komentarnya ya